Senin, 15 Desember 2014

Politik Identitas dan Hubungan Internasional (Ras dan Etnisitas: Budaya, Identitas dan Representasi)

MIY*

Gambar: tikkun.org


Pengantar
Pada dasarnya ‘identitas’ mengartikan sebuah refleksi berkaitan dengan refleksi dan natural etnisitas. Menjelaskan sebuah pertumbuhan  terhadap berkembangnya identitas post colonial, yang dapat dipahami melalui pembelajaran dan literatur yang sangat penting untuk menantang pendekatan “one-dimensional” untuk identitas etnik. Kajian Review ini bertujuan untuk  mengartikan pendekatan dari perbedaan grup yang berbasis ras maupun etnisitas melalui analisis yang ada di dunia dan yang kita temui setiap waktunya.

Pembahasan dari Review ini spesifik membahas tentang  isu dan gambaran dari ras dan etnisitas yang direpresentasikan, bagaimana kita berproses untuk mengartikan dan membuat pandangan terhadap liyan. Termasuk terhadap kultur yang dikonsumsi dan efek media. Kemudian tentang pembahasan penkonstruksian sebuah realita sosial yang berbasis pada kepunyaan tiap-tiap individu melalui penggunaan kata “we, who, “dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan pembahasan mengenai perbedaan dalam hasil analisis terhadap isu ras, etnisitas dan rasisime, bukan hanya melalui pandangan konstruksi sosial tetapi melalui pandangan political issue, ideology, dan pergantian rezim yang dapat dilihat melalui perbedaan biological dan identitas politik yang berbasis perbedaan kultur.

Dilanjutkan dengan pembahasan mengenai perjalanan sejarah melalui kajian kolonialisme. Kajian ini menjelaskan tentang konstruksi sosial yang dibangun oleh suatu kolonial untuk merubaha tatanan struktur dari budaya daerah yang dijajahnya. Kemudian diakhiri dengan perkembangan neo-kolonialisme dihari ini yang lebih beralih pada struktur global dominasi ekonomi.

Kemudian dilanjutkan dengan kajian kelas melalui marx, weberian, feminist study, dan lain-lain yang dapat merefleksikan aspek dari identitas, budaya yang memonitoring kehidupan sosial dan ide-ide yang berkembang.

Primordialisme
Primordialisme dapat diartikan sebagai daya ukur kekuatan tradisionalitas yang di diwariskan melalui dasar bentuk dan karakteristik budaya tersebut. Hal ini dapat ditentukan melalui  berbagai spectrum, sosio-biologis, yang menyatakan adanya sebuah aspek biologis dalam susunan ikatan etnik. Mereka percaya bahwa perilaku sosial ditentukan oleh perkembangan strategis dan kemampuan suatu kumpulan untuk dapat bertahan. Konsep yang digunakan adalah “inclusive fitness is achieved through kin selection”. Diartikan disni seperti halnya konsep perilaku binatang dalam suatu kumpulannya, mengenai sistem-sistem kekerabatan.

Penjelasan mengenai primordialisme sendiri adalah sebuah ikatan tradisional yang telah disahkan oleh anggota-anggota yang diartikan sebagai sebuah grup. Batasan-batasan utama dari primordial itu sendiri adalah aliran darah, agama, adat, dan kepercayaan-kepercayaan yang dianut sebuah kelompok secara psikologisnya. Penjelasan Nation Etnisitas sendiri dijelaskan oleh Clifford Geerz (1973) yang mensugesti bahwa identitas entik dibangun oleh pemberian dari sebuah keberadaan sosial termasuk aliran darah, kind connection , agama, bahasa, daerah dan adat.

Geerz
 berargumen bahwa bentuk primordial sendiri haruslah penuh katan, mengatur, mempunyai efek dari sebuah ikatan. Sejenis dalam ikatan tersebut mempertimbangkan kriteria irasional dari warisan darah, yang didasari pada karakter dan alasan dari sejarah panjang dari rivalitas etnik dan Kebencian. Primordialisme beranggapan bahwa budaya dicampur dan tidak bisa diganti dalam bentuk inti. Sosiobiologikal akan berargumen bahwa pentingnya aspek biological untuk memelihara stok dari genetik.

Dalam struktur kolonliasisasi yang berdampak bagi primordial, adanya dominasi dari dua kekuatan yang dibangun dari struktur tersebut akan menghasilkan dan berganti dengan potencial genoside. Dalam beberapa kelompok, dekolonisasi berpotensi untuk menghadirkan fenomena genosida.

Kritik terhadap Primordialisme
Konsep dari apriority memiliki problem ketika pertimbangan dari identitas etnik sepertinya mengarah kepada bentuk modifikasi, merombak ulang dari tiap-tiap generasi.


Instrumentalisme
Bentuk-bentuk dari instrumentalisme sendiri dapat dilihat melalui indikasi entisitas yang mempunyai potensi kesadaran strategis dibalik formasi identitas adalah sebuah bentuk penelitian politik menemukan kepentingan dari sebuah kelompok. Etnis dari kelompok ini akan beranjak pada sasaran utama yaitu kepentingan individual dan kepentingan kelompok.

Pendekatan utama dalam aliran yaitu “Rational-choice”. Pendekatan ini dapat dilihat sebagai ketentuan dari motif rasional yang berbasis pada sumber daya, kepentingan publik seperti rumah, keuntungan, kekuatan politik ataupun kompetisi untuk memperebutkan pekerjaan. Kontradiksi dari primordial teori adalah dasar dari etnisitas tidak benar benar memperkerjakan. Model ini mempunyai inti individualistik agak merujuk kepada keagresifan aktor, kepentingan diri, rasional, pragmatis dan berkerja secara maksimal pada orientasinya.


Kritik terhadap Instrumentalisme
Kritik pertama adalah instrumentalist melihat ketidakmampuan pendekatan ini untuk menguasai daya tahan suatu etnis, yang kedua adalah melupakan kemampuan masa yang ditimbulkan melalui ikatan etnis dan simbol budaya. Dan yang ketiga adalah asumsi bahwa etnik berdasar pada organisasi.


Teori Masyarakat Plural
Teori ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana ras dan etnisitas bekerja seperti loci dari kekuatan dengan masyarakat. Konsep dari plural society yang pertama muncul melalui analisis antropologi  dari masyarakat kolonial yang beranjak pada zaman abad 20-an. Perbedaan-perbedaan dari suatu kumpulan masyarakat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan, teknik dari pendekatan ini bukanlah menggabungkan perbedaan tersebut, tetapi mengacak perbedaan-perbedaan tersebut sesuai fungsi walaupun terpisah secara unit political-nya.

Model ini pada beberapa hal tertentu berguna untuk menggambarkan aspek dan cerita tentang pergeseran identitas dalam zaman kolonial maupun masyarakat plural pasca kolonial.  Model ini dirasa sangat dinamis untuk mengubah dan mengkahiri rivalitas dari rivalitas etnik.


Teori Marxist
Pandangan Marxist sendiri tetap pada dua struktur yang saling berlawanan yaitu pengeksploitasian dan yang dieksploitasi yang berpengaruh pada diskursus keilmuan mengenai penyerangan kapitalisme global, mereka menggabungkan cengkraman mereka dalam sumber penghasilan dan sebagai divisi diantara kelas ekonomi yang berjauhan dan tidak dapat dijangkau. Kelas sendiri berpengaruh terhadap semua keutamaan sosial dalam divisi dan sebagai tolak ukur status dan strata sosial. Disini dapat dilihat bahwa identitas dan perbedaannya dilihat sebagai arti sosial yang didasarkan kepada gender, seksualitas, ras etnisitas dan kemampuan. Isu Marxist dapat digunakan untuk melihat bagaimana faktor ekonomi saling berhubungan dan kompleks  dalam berbagai aspek identitas, kemasyarakatan dan warisan sejarah.

Pendekatan Marx Tradisional, menjelaskan bahwa ras dilihat hanya sebagai sebuah elemen ilusi yang digunakan para kapitalis untuk mengeksploitasi. Pemikir Marx tradisional melihat  dengan jelas bagaimana kolonialisme sebagai peran vital yang pokok untuk mengubah struktur di dalam suatu masyarakat yang harus dibawah kendali untuk menyusun arah menuju sosialisme. Marx melihat kondisi kolonialisme menjadi sesuatu yang brutal di bawah kondisi liberalisasi dari suatu masyarakat.

Ras dan Etnisitas sendiri dilihat sebagai bagian dari superstruktur dan sebab dari kedua pertimbangan atau fenomena untuk dasar ekonomi dan hubungan produksi. Oleh karena itu Marxist tradisional masih memelihara bahwa ras dan etnisitas adalah topeng yang menyajikan hubungan power dari sebuah masyarakat yang berdasarkan pada kelas.

Kemudian dilanjutkan dengan pandangan materialis Marx melalui pengembangan kekuatan historical untuk mengakhiri perbudakan. Marx dan Engels mengenali bahwa hal yang sangat penting untuk berjuang dari emansipasi dan pengorganisasian pekerja. Pandangan ini mengandung pesan dari Marx berupa penaksiran terhadap instrument yang digunakan ras sebagai alat strategis untuk menghidupkan membagi dan aturan-aturan kepada pekerja dari para elit.

Marxisme juga berargumen bahwa rasisme menyediakan aturan-aturan kepada kelas. Yang pertama adalah untuk legitimasi dari dominasi dan hegemoni eksploitasi, yang kedua yaitu rasisme digunakan sebagai pemisah dari kekuatan pekerja, yang ketiga yaitu mengalihkan perhatian atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para elit.

Pada dasarnya, pendekatan marxisme menawarkan  wawasan mengenai fungsi dari rasisme yang dilihat dari basis-basis gender dan pola-pola hubungan ekonomi dari institusi-institusi kapitalisme.


Kritik Strukturalisme kepada Marxisme
Menggunakan konsep dari Antonio Gramsci mengenai pendekatan hegemoni. Pandangan ini melihat pentingnya melihat manipulasi-manipulasi gerak politik lewat dominasinya yang memberikan pemahaman melalui logika pasar dan masyarkat consumer melalui pandangan comsky dan Herman. Ditambah Althusser, mereka melihat bahwa dasar ekonomi tidak hanya perlu tetapi faktor ideological dan eksistensi material bisa selalu ditemukan dalam pengendalian sosial.


Teori Weberian dan Neo-Weberian
Idealisme dari Webber melihat bahwa dan pendekatan yang spesifik terhadap metodologi individualisme yang mengilustrasikan tekanan dari analisi sosial untuk menghindari keluasan dari pertanyaan politik. Weber percaya bahwa bertahan bukan dari kekurangmampuan dan eksploitasi, tetapi hak setiap individu untuk memenuhi sesuatu dan bebas dari tekanan. Pandangan dari weber terebut dipengaruhi oleh birkokrasi dan rasionalisme di luar dari kepentingan dari global yaitu kapitalisme maupun komunisme.

Pandangan dari John Rex dan David Mason melihat weberian memperlihatkan rasa kepada studi tentang hubungan etnik, yang bisa dilhat dari kaca mata analisis sosial dari ranah faktor individu yang diambil dari studi ras.


Interaksi Simbolik
Richard Jenkins menjelaskan bahwa etnisitas adalah hal utama yang menjelaskan kolektif identifikasi yang didasarkan pada perbedaan budaya  dan menyebarkan arti dari sebuah budaya, tetapi etnisitas juga diproduksi dengan komunikasi dan interaksi melewati boundaries. Jenkins berargumen bahwa etnisitas secara relatif fleksibel dan kajian antropologi mengenainya sendiri  berfokus pada boundary formation yang dapat diidentifikasikan melalui sense of identity yang lebih dapat dikenal yaitu internal-eksternal identifikasi dialektik.


Foucault dan Teori Diskursus
Foucault menekankan pada analisis power yang berada pada negara yang dikumandagknan oleh kaum borjuis untuk mengatur kelas dan memperlihatkan gambaran dari masyarakat yang mempunyai power dan tidaknya. Ia juga menjelaskan bagaimana suatu efektivitas dari sebuah power apabila dipegang oleh institusi formal dan bentuk yaitu negara.

Foucault
 juga menjelaskan kosa kata biopower yang mengindikasikan bagaiamana diskursif  bentuk dari power bisa mempunyai material efek dari berbagai populasi. Foucault membuat point bahwa diskursus primordial dari darah bisa dilibatkan untuk mengesahkan inti dari ras dan seksualitas

Bourdieu
Bordieu menjelaskan konsep habitus. Habitus dapat dijelaskan sebagai gambaran terhadap hubungan power berasal dari materi original  seperti yang dikemukakan marx tradiosional, juga yang melewati proses analisis pendekatan untuk menghidupkan alamat dari identitas etnik tanpa datangnya resiko dari kekuatan untuk memilih di antara pandangan instrumentalist maunpun primordial yang dirujukkan kembali.

Pada dasarnya, Habitus berprinsip bahwa bentuk dari individual subjektifitas dan memaksa mereka berperilaku seperti halnya perkumpulan sandiwara. Habitus memahami bahwa gambaran dari identitas etnik dan boundaries juga berfokus pada kelas sosial interaksi budaya sosial.


Gender, Sexuality, Race and Ethnicity
Pembagian sosial merepresentasikan perbedaan-perbedaan yang sangat mendasar terkait garis-garis dari kasta, kelas, status, gender, ataupun seksualitas yang dapat berpengaruh terhadap artikulasi dan hubungan power dalam suatu masyarakat. Divisi sosial pada hakekatnya berhubungan tentang bagaimana bentuk dari pergantian sorot tekanan yang digerakkan dengan sosial ekonomi dan realitas politik tiap waktunya.

Rasis percaya bahwa adanya keterkaitan selalu dengan ide dan seksualitas. Kemudian juga terbentuknya hubungan yang sangat besar diantara ras, etnisitas gender dan seksualitas, contohnya bagaimana kolonialisme mengembangkan erotisasi di antara hubungan power antara colonial master dan subjek.


*Mahasiswa HI Universitas Brawijaya 2012



NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner