Pada dasarnya ‘identitas’ mengartikan sebuah refleksi berkaitan
dengan refleksi dan natural
etnisitas. Menjelaskan sebuah pertumbuhan terhadap berkembangnya
identitas post colonial,
yang dapat dipahami melalui pembelajaran dan literatur yang sangat penting
untuk menantang pendekatan “one-dimensional” untuk identitas etnik. Kajian Review
ini bertujuan untuk mengartikan pendekatan dari perbedaan grup yang
berbasis ras maupun etnisitas melalui analisis yang ada di dunia dan yang kita
temui setiap waktunya.
Pembahasan dari Review ini spesifik membahas tentang isu dan gambaran dari ras dan etnisitas yang direpresentasikan, bagaimana kita berproses untuk mengartikan dan membuat pandangan terhadap liyan. Termasuk terhadap kultur yang dikonsumsi dan efek media. Kemudian tentang pembahasan penkonstruksian sebuah realita sosial yang berbasis pada kepunyaan tiap-tiap individu melalui penggunaan kata “we, who, “dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan pembahasan mengenai perbedaan dalam hasil analisis terhadap isu ras, etnisitas dan rasisime, bukan hanya melalui pandangan konstruksi sosial tetapi melalui pandangan political issue, ideology, dan pergantian rezim yang dapat dilihat melalui perbedaan biological dan identitas politik yang berbasis perbedaan kultur.
Dilanjutkan dengan pembahasan mengenai perjalanan sejarah melalui kajian kolonialisme. Kajian ini menjelaskan tentang konstruksi sosial yang dibangun oleh suatu kolonial untuk merubaha tatanan struktur dari budaya daerah yang dijajahnya. Kemudian diakhiri dengan perkembangan neo-kolonialisme dihari ini yang lebih beralih pada struktur global dominasi ekonomi.
Kemudian dilanjutkan dengan kajian kelas melalui marx, weberian, feminist study, dan lain-lain yang dapat merefleksikan aspek dari identitas, budaya yang memonitoring kehidupan sosial dan ide-ide yang berkembang.
Primordialisme
Primordialisme dapat diartikan sebagai daya ukur kekuatan
tradisionalitas yang di diwariskan melalui dasar bentuk dan karakteristik
budaya tersebut. Hal ini dapat ditentukan melalui berbagai spectrum, sosio-biologis, yang menyatakan
adanya sebuah aspek biologis dalam susunan ikatan etnik. Mereka percaya bahwa
perilaku sosial ditentukan oleh perkembangan strategis dan kemampuan suatu
kumpulan untuk dapat bertahan. Konsep yang digunakan adalah “inclusive fitness is achieved
through kin selection”. Diartikan disni seperti halnya konsep perilaku
binatang dalam suatu kumpulannya, mengenai sistem-sistem kekerabatan.
Penjelasan mengenai primordialisme sendiri adalah sebuah ikatan tradisional yang telah disahkan oleh anggota-anggota yang diartikan sebagai sebuah grup. Batasan-batasan utama dari primordial itu sendiri adalah aliran darah, agama, adat, dan kepercayaan-kepercayaan yang dianut sebuah kelompok secara psikologisnya. Penjelasan Nation Etnisitas sendiri dijelaskan oleh Clifford Geerz (1973) yang mensugesti bahwa identitas entik dibangun oleh pemberian dari sebuah keberadaan sosial termasuk aliran darah, kind connection , agama, bahasa, daerah dan adat.
Geerz berargumen bahwa bentuk primordial sendiri haruslah penuh katan, mengatur, mempunyai efek dari sebuah ikatan. Sejenis dalam ikatan tersebut mempertimbangkan kriteria irasional dari warisan darah, yang didasari pada karakter dan alasan dari sejarah panjang dari rivalitas etnik dan Kebencian. Primordialisme beranggapan bahwa budaya dicampur dan tidak bisa diganti dalam bentuk inti. Sosiobiologikal akan berargumen bahwa pentingnya aspek biological untuk memelihara stok dari genetik.
Dalam struktur kolonliasisasi yang berdampak bagi primordial, adanya dominasi dari dua kekuatan yang dibangun dari struktur tersebut akan menghasilkan dan berganti dengan potencial genoside. Dalam beberapa kelompok, dekolonisasi berpotensi untuk menghadirkan fenomena genosida.
Kritik terhadap Primordialisme
Konsep dari apriority memiliki problem ketika pertimbangan
dari identitas etnik sepertinya mengarah kepada bentuk modifikasi, merombak
ulang dari tiap-tiap generasi.
Instrumentalisme
Bentuk-bentuk dari instrumentalisme sendiri dapat dilihat melalui
indikasi entisitas yang mempunyai potensi kesadaran strategis dibalik formasi
identitas adalah sebuah bentuk penelitian politik menemukan kepentingan dari
sebuah kelompok. Etnis dari kelompok ini akan beranjak pada sasaran utama yaitu
kepentingan individual dan kepentingan kelompok.
Pendekatan utama dalam aliran yaitu “Rational-choice”. Pendekatan ini dapat dilihat sebagai ketentuan dari motif rasional yang berbasis pada sumber daya, kepentingan publik seperti rumah, keuntungan, kekuatan politik ataupun kompetisi untuk memperebutkan pekerjaan. Kontradiksi dari primordial teori adalah dasar dari etnisitas tidak benar benar memperkerjakan. Model ini mempunyai inti individualistik agak merujuk kepada keagresifan aktor, kepentingan diri, rasional, pragmatis dan berkerja secara maksimal pada orientasinya.
Kritik terhadap Instrumentalisme
Kritik pertama adalah instrumentalist melihat ketidakmampuan
pendekatan ini untuk menguasai daya tahan suatu etnis, yang kedua adalah
melupakan kemampuan masa yang ditimbulkan melalui ikatan etnis dan simbol
budaya. Dan yang ketiga adalah asumsi bahwa etnik berdasar pada organisasi.
Teori Masyarakat Plural
Teori ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana ras dan etnisitas
bekerja seperti loci dari kekuatan dengan masyarakat. Konsep dari plural
society yang pertama muncul melalui analisis antropologi dari masyarakat
kolonial yang beranjak pada zaman abad 20-an. Perbedaan-perbedaan dari suatu
kumpulan masyarakat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan, teknik dari
pendekatan ini bukanlah menggabungkan perbedaan tersebut, tetapi mengacak
perbedaan-perbedaan tersebut sesuai fungsi walaupun terpisah secara unit political-nya.
Model ini pada beberapa hal tertentu berguna untuk menggambarkan aspek dan cerita tentang pergeseran identitas dalam zaman kolonial maupun masyarakat plural pasca kolonial. Model ini dirasa sangat dinamis untuk mengubah dan mengkahiri rivalitas dari rivalitas etnik.
Teori Marxist
Pandangan Marxist sendiri tetap pada dua struktur yang
saling berlawanan yaitu pengeksploitasian dan yang dieksploitasi yang
berpengaruh pada diskursus keilmuan mengenai penyerangan kapitalisme global,
mereka menggabungkan cengkraman mereka dalam sumber penghasilan dan sebagai
divisi diantara kelas ekonomi yang berjauhan dan tidak dapat dijangkau. Kelas
sendiri berpengaruh terhadap semua keutamaan sosial dalam divisi dan sebagai
tolak ukur status dan strata sosial. Disini dapat dilihat bahwa identitas dan perbedaannya
dilihat sebagai arti sosial yang didasarkan kepada gender, seksualitas, ras
etnisitas dan kemampuan. Isu Marxist dapat digunakan untuk melihat
bagaimana faktor ekonomi saling berhubungan dan kompleks dalam berbagai
aspek identitas, kemasyarakatan dan warisan sejarah.
Pendekatan Marx Tradisional, menjelaskan bahwa ras dilihat hanya sebagai sebuah elemen ilusi yang digunakan para kapitalis untuk mengeksploitasi. Pemikir Marx tradisional melihat dengan jelas bagaimana kolonialisme sebagai peran vital yang pokok untuk mengubah struktur di dalam suatu masyarakat yang harus dibawah kendali untuk menyusun arah menuju sosialisme. Marx melihat kondisi kolonialisme menjadi sesuatu yang brutal di bawah kondisi liberalisasi dari suatu masyarakat.
Ras dan Etnisitas sendiri dilihat sebagai bagian dari superstruktur dan sebab dari kedua pertimbangan atau fenomena untuk dasar ekonomi dan hubungan produksi. Oleh karena itu Marxist tradisional masih memelihara bahwa ras dan etnisitas adalah topeng yang menyajikan hubungan power dari sebuah masyarakat yang berdasarkan pada kelas.
Kemudian dilanjutkan dengan pandangan materialis Marx melalui pengembangan kekuatan historical untuk mengakhiri perbudakan. Marx dan Engels mengenali bahwa hal yang sangat penting untuk berjuang dari emansipasi dan pengorganisasian pekerja. Pandangan ini mengandung pesan dari Marx berupa penaksiran terhadap instrument yang digunakan ras sebagai alat strategis untuk menghidupkan membagi dan aturan-aturan kepada pekerja dari para elit.
Marxisme juga berargumen bahwa rasisme menyediakan aturan-aturan kepada kelas. Yang pertama adalah untuk legitimasi dari dominasi dan hegemoni eksploitasi, yang kedua yaitu rasisme digunakan sebagai pemisah dari kekuatan pekerja, yang ketiga yaitu mengalihkan perhatian atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para elit.
Pada dasarnya, pendekatan marxisme menawarkan wawasan mengenai fungsi dari rasisme yang dilihat dari basis-basis gender dan pola-pola hubungan ekonomi dari institusi-institusi kapitalisme
Kritik Strukturalisme kepada Marxisme
Menggunakan konsep dari Antonio Gramsci mengenai pendekatan hegemoni.
Pandangan ini melihat pentingnya melihat manipulasi-manipulasi gerak politik
lewat dominasinya yang memberikan pemahaman melalui logika pasar dan masyarkat consumer melalui pandangan comsky dan Herman. Ditambah Althusser,
mereka melihat bahwa dasar ekonomi tidak hanya perlu tetapi faktor ideological dan eksistensi material bisa selalu
ditemukan dalam pengendalian sosial.
Teori Weberian dan Neo-Weberian
Idealisme dari Webber melihat bahwa dan pendekatan yang spesifik
terhadap metodologi individualisme yang mengilustrasikan tekanan dari analisi
sosial untuk menghindari keluasan dari pertanyaan politik. Weber percaya bahwa bertahan bukan dari
kekurangmampuan dan eksploitasi, tetapi hak setiap individu untuk memenuhi
sesuatu dan bebas dari tekanan. Pandangan dari weber terebut dipengaruhi oleh birkokrasi
dan rasionalisme di luar dari kepentingan dari global yaitu kapitalisme maupun
komunisme.
Pandangan dari John Rex dan David Mason melihat weberian memperlihatkan rasa kepada studi tentang hubungan etnik, yang bisa dilhat dari kaca mata analisis sosial dari ranah faktor individu yang diambil dari studi ras.
Interaksi Simbolik
Richard Jenkins menjelaskan bahwa
etnisitas adalah hal utama yang menjelaskan kolektif identifikasi yang
didasarkan pada perbedaan budaya dan menyebarkan arti dari sebuah budaya,
tetapi etnisitas juga diproduksi dengan komunikasi dan interaksi melewati boundaries. Jenkins berargumen bahwa etnisitas secara
relatif fleksibel dan kajian antropologi mengenainya sendiri berfokus
pada boundary formation yang dapat diidentifikasikan melalui sense of identity yang lebih dapat dikenal yaitu
internal-eksternal identifikasi dialektik.
Foucault dan Teori Diskursus
Foucault menekankan pada analisis
power yang berada pada negara yang dikumandagknan oleh kaum borjuis untuk
mengatur kelas dan memperlihatkan gambaran dari masyarakat yang mempunyai power dan tidaknya. Ia juga menjelaskan
bagaimana suatu efektivitas dari sebuah power apabila dipegang oleh institusi formal
dan bentuk yaitu negara.
Foucault juga menjelaskan kosa kata biopower yang mengindikasikan bagaiamana diskursif bentuk dari power bisa mempunyai material efek dari berbagai populasi. Foucault membuat point bahwa diskursus primordial dari darah bisa dilibatkan untuk mengesahkan inti dari ras dan seksualitas
Bourdieu
Bordieu menjelaskan konsep habitus. Habitus dapat
dijelaskan sebagai gambaran terhadap hubungan power berasal dari materi
original seperti yang dikemukakan marx tradiosional, juga yang melewati
proses analisis pendekatan untuk menghidupkan alamat dari identitas etnik tanpa
datangnya resiko dari kekuatan untuk memilih di antara pandangan instrumentalist maunpun primordial yang dirujukkan
kembali.
Pada dasarnya, Habitus berprinsip bahwa bentuk dari individual subjektifitas dan memaksa mereka berperilaku seperti halnya perkumpulan sandiwara. Habitus memahami bahwa gambaran dari identitas etnik dan boundaries juga berfokus pada kelas sosial interaksi budaya sosial.
Gender, Sexuality, Race and Ethnicity
Pembagian sosial merepresentasikan perbedaan-perbedaan yang sangat
mendasar terkait garis-garis dari kasta, kelas, status, gender, ataupun
seksualitas yang dapat berpengaruh terhadap artikulasi dan hubungan power dalam suatu masyarakat. Divisi sosial
pada hakekatnya berhubungan tentang bagaimana bentuk dari pergantian sorot
tekanan yang digerakkan dengan sosial ekonomi dan realitas politik tiap
waktunya.
Rasis percaya bahwa adanya keterkaitan selalu dengan ide dan seksualitas. Kemudian juga terbentuknya hubungan yang sangat besar diantara ras, etnisitas gender dan seksualitas, contohnya bagaimana kolonialisme mengembangkan erotisasi di antara hubungan power antara colonial master dan subjek.
*Mahasiswa HI Universitas Brawijaya 2012