"Apakah nilai yang harus dibawa di dalam HAM harus dipahami oleh anak kecil, jiwa polos yang mengerti bahwa kehidupan harus di pandang sebagai tujuan perdamaian dunia yang murni?"*
![]() |
Cover buku "Sadako and The Paper Cranes" karangan Eleanor Coerr (Gambar: wikipedia.org) |
Sebuah
pembahasan HAM pasti tidak bisa di abaikan dari peran hak universal,
intersubjektivitas dan yang dimiliki oleh semua orang dalam waktu
yang tidak terbatas, sesuatu yang tidak dapat dicabut tanpa ada proses
pengadilan, suatu hak yang dimiliki manusia karena dia (baik laki-laki maupun
perempuan) adalah manusia (Cranston, 1973;36). Konsep ini juga diteruskan dengan bagaimana pandangan yang harus lebih
luas terhadap segala jenis perbedaan yang ada dalam diri manusia seperti
perbedaan jenis kelamin, agama, warna kulit, suku, ras dan lain-lain.
Dilihat
dari sejarahnya, konsepsi HAM sendiri merupakan produk-produk negara barat
melalui pentolan andalannya yaitu Rosseau, Montesqiue, dan John Locke yang
dimulai pada abad 17-an. Dimulai juga dari negara-negara seperti halnya Amerika
Serikat , Prancis, Inggris. Dari pandangan negara Asia sendiri, perkembangan
HAM ini dimulai dari negara China. Di sana dijelaskan bahwa ada suatu konsep
yang muncul dan dibangun dengan nama “Asian Values”. Konsep ini timbul sebagai
konstruksi kebudayaan yang diciptakan oleh tokoh-tokoh politik di negara-negara
Asia untuk memenuhi berbagai tujuan tertentu. Asian Values tersebut
direncanakan dengan tujuan agar peraturan-peraturan otoriter mereka mendapatkan
legitimasi ketika rezim komunis otoriter di Eropa hancur. Dalam hal ini dapat
disimpulkan adalah sebuah konsepsi HAM sebenarnya dapat didesain oleh bagaimana
suatu aktor memunculkan faktor penting yang membangun suatu nilai yang
disesuaikan dengan kepentingannya.
Berbicara kepentingan, kita
dapat lihat bagaimana nilai-nilai HAM yang dibangun saat ini selalu berbenturan
dengan nilai-nilai yang dibangun oleh suatu negara, contohnya bagaimana terbenturnya
nilai dari hukum syar'i dalam negara Islam yang berbenturan oleh nilai HAM yang
sekarang manusia di bumi pahami.
Saya mencoba menarik
bagaimana konsep HAM tersebut dapat dibangun dengan mengamati pola aktor secara
individu yang secara langsung terkena dari dampak kesepakatan pelanggaran yang
disepakati bersama dari pernyataan presiden Amerika Serikat pada tahun 1941
yaitu Theodore Roosevelt. Yaitu Empat Kebebasan (The
Four Freedoms), yakni kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech), kebebasan beragama (freedom of religion), kebebasan dari
ketakutan (freedom from fear), dan
kebebasan dari kemiskinan (freedom from
want).
Sadako and The Thousand
Paper Cranes adalah sebuah buku yang menceritakan peristiwa pelanggaran HAM
yang cukup berat dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap rakyat sipil jepang dalam Bom
Hiroshima dan Nagasaki (pandangan pribadi yang sampai saat ini belum saya temukan
dalam data resmi peristiwa HAM terberat yang dilakukan Pelaku perang yaitu
Amerika Serikat). Pada saat ledakan itu, Sadako sedang berada di dalam rumah, sekitar 1 mil dari titik ledakan bom. Pada
Januari 1955, bintik-bintik ungu sudah mulai terbentuk dan menjadi gumpalan
yang membesar. Kemudian, dia didiagnosis dengan leukemia sebagai penyakit yang dideritanya,
penyakit itu kemudian disebut sebagai “Sebuah Penyakit Bom Atom”.
Konsep yang dibawa Sadako
tentang bagaimana seharusnya perdamaian dunia dibangun sungguh sangat
sederhana, Ia mencoba untuk membuat 1000 paper cranes (origami berbentuk
burung). Dalam kepercayaan masyarakat
jepang, Seribu bangau kertas (千羽鶴 / Senbazuru) adalah kumpulan origami
berbentuk bangau (鶴 / tsuru) yang dirangkai bersama dengan benang. Legenda Jepang menyatakan bahwa
siapapun yang melipat kertas-kertas menjadi seribu bangau maka satu
permohonannya akan dikabulkan. Dilatarbelakangi oleh kepercayaan rakyat Jepang
bahwa bangau adalah salah satu makhluk suci (yang lainnya adalah naga dan
kura-kura), dan konon dapat hidup selama ribuan tahun. Di Jepang, sudah biasa
diceritakan bahwa melipat seribu bangau kertas dapat mengabulkan permohonan
seseorang. Ini membuatnya menjadi hadiah spesial bagi keluarga dan teman.
Esensi seperti ini dapat
dikaitkan ada kebebasan pada ketakutan, bagaimana Sadako memberikan pemahaman
yang tersirat tentang seharusnya bagaimana konsep HAM sendiri yang dirasakan
korban perang sebagai bentuk murni dalam makna memahami dasar substansial
terbentuknya makna penting dan nilai yang harus kita bawa dalam memahami
persoalan HAM. Dapatkah fungsi HAM kita amini apabila nilai yang dibawa oleh
negara-negara pelopor HAM saat ini dapat mengorbankan esensi tersebut demi
memperkokoh pondasi dari nilai HAM yang dibangunnya?
Sebuah konstruksi dapat
dilihat di saat perang Dunia ke-II bagaimana negara-negara pelopor HAM
menyebarkan nilai tersebut dengan melawan kekuatan yang melawan, menyebarkan ideologi
demokrasi walaupun yang dilakukan untuk usaha tersebut harus melawan esensi HAM
yang dibawanya?
Setelah kematiannya,
teman-teman Sadako menerbitkan kumpulan surat-surat dalam rangka untuk membantu
mengumpulkan dana untuk membangun kembali Kota Hiroshima dan peringatan kepada semua
anak-anak yang telah mati akibat bom atom. Pada 1958, sebagai simbol dari
dampak dari perang nuklir itu dibuatlah sebuah patung Sadako Sasaki yang dibuat
didepan Peace Memorial Park di Hiroshima. Dia dan semua anak-anak yang dibunuh
oleh bom atom itu menyertakan sebuah surat yang diukir pada ukiran batu yang
bertuliskan “Ini adalah teriakan kami, ini adalah doa kami untuk perdamaian di
dunia."
Diceritakan, dikatakan di
beberapa sekolah di Jepang mendedikasikan satu hari dalam setahun, yaitu pada 6
Agustus sebagai hari "Perdamaian Tahunan" untuk mengenang Sadako
Sasaki dan orang-orang yang telah menjadi korban dari bom Hiroshima. Setiap
hari peringatannya, cranes terus dibuat oleh anak-anak dari seluruh Jepang
dengan harapan untuk perdamaian.
これはぼくらの叫びです これは私たちの祈りです 世界に平和をきずくための. (Kore wa bokura no sakebi desu. Kore wa watashitachi no inori desu. Sekai ni heiwa o kizuku tame no).
"Ini adalah seruan kami. Ini adalah doa kami. Untuk membangun kedamaian di dunia."
その後、鳥の紙の魂、飛行、ねじれや追い越し、空間、距離と時間の次元に、彼らの要求を許可する… とマニフェストに、同じの大きな夢と希望を持つ別の人間の子を探します!(Sonogo, tori no kami no tamashī, hikō, nejire ya oikoshi, kūkan, kyori to jikan no jigen ni, karera no yōkyū o kyoka suru… To manifesuto ni, onaji no ōkina yumetokibō o motsu betsu no ningen no ko o sagashimasu!)
"Jiwa-jiwa burung kertas, kemudian terbang, meliuk dan menyalip, ke dalam dimensi ruang, jarak dan waktu, mengabulkan permintaan mereka… dan mencari anak manusia lain dengan mimpi serta harapan besar yang sama, untuk di wujudkan!”
*MIY, Mahasiswa HI FISIP UB 2012, Lulus secepatnya :)